Tebal : 455 Halaman
“It takes ten times as long to put yourself back together as it does to fall apart.”
“I drag myself out of nightmares each morning and find there’s no relief in waking.”
Katniss is only a human, and after one human suffered that much, things will never be the same. This goes not only for Katniss, but also Peeta, Gale and other characters that seems to be changed to be a completely different person in this Hunger Games third series. I love Suzanne Collins for her bravery to take the risk by putting a taste of bitterness, despair and sadness of real life in her story.
There is no such thing as a superhuman, superhero or a happy ever after in real life. The best that we can do is hold on to that tiny little pieces of sanity that we still possess to live another day. And you cannot put back together broken pieces, it is damaged forever. That’s what happened. So it is too much for readers to hope that Katniss will always be that brave girl we encounter in book one.
For me, the transformation of the characters is so real, and I felt them. Things happened, people changed, our self changed, and there is no going back to who we used to be. It’s irreversible.
Kyaaahh, emosi saya bener2 terkuras membaca buku ketiga ini. Banyak ironi yang bikin sesek nafas dan intrik politik yang bikin saya pengen ngelempar karakter2 yang super nyebelin itu ke lobang buaya. But over all I am happy with how the story ends. That’s why I gave 5 stars to this book in Goodreads.
Apa yang akan kamu lakukan jika kamu baru saja menyadari kalau kamu begitu mencintai seseorang melebihi hidupmu sendiri dan di titik kesadaran itu ternyata orang yang kamu cintai lepas dari jangkauan dan ditahan oleh orang paling jahat di dunia yang akan menyiksanya perlahan-lahan untuk membuatmu menjadi patah dan gila. Plus ternyata rumahmu, daerah asalmu telah diratakan dengan tanah, dihancurkan tanpa ampun berikut mayoritas penduduknya. Semua hancur. Tidak ada lagi District 12. I say we kill him.
Motivasi itulah yang menurut saya membuat Katniss bertahan. Sebegitu rusak dirinya, begitu teringat akan amarahnya pada President Snow maka ia akan bertahan untuk melalui hari2 berikutnya. Sampai dia bisa membunuh sang enemy number one.
Maka dari itu Katniss tidak peduli bagaimana ia lagi2 “hanya dijadikan alat” oleh para pemimpin kaum pemberontak di District 13 (ya, district 13 ternyata masih ada, selama ini mereka hidup dengan peralatan super canggih di bawah tanah, dipimpin oleh seorang wanita paruh baya super dingin bernama Coin, menunggu momen untuk menghancurkan Capitol). Terlempar dari kepentingan satu ke kepentingan lainnya. Kekuasaan satu ke kekuasaan lainnya. Menjadi boneka simbol pemberontakan, sang Mockingjay.
Most of the times Katniss terasa seperti hantu, seperti bayang2. Apalagi setelah mengetahui bahwa President Snow telah melakukan sesuatu yang lebih buruk dari membunuh Peeta. Mereka telah mencuci otak Peeta, mengubah memorinya, membuat Peeta berpikir bahwa Katniss adalah Mutt (mahluk dengan rekayasa genetika buatan Capitol), dan me-reprogram Peeta untuk membunuhnya. Setelah itu tidak ada lagi yang berarti. Everything is lost. Except her own hunger to kill President Snow.
Jadilah Katniss melatih keras dirinya untuk menjadi seorang prajurit, dengan janji akan diikutsertakan dalam penyerangan langsung ke Capitol. Katniss berhasil mengumpulkan seluruh will power nya dan lulus menjadi seorang prajurit untuk mendapati bahwa dirinya masih dianggap sebagai lelucon oleh Coin. Ia beserta Gale dan Finnick memang ikut dalam penyerangan ke Capitol, namun hanya untuk kepentingan pengambilan gambar another propaganda. Such a joke.
Ketika segala sesuatu yang diskenariokan berjalan salah. Katniss memutuskan untuk melaksanakan niatnya semula. Masuk ke sarang musuh dan membunuhnya.
Saya bisa mengerti kenapa banyak pembaca tidak terlalu menyukai buku ketiga ini. Terlalu banyak tokoh yang terlanjur kita saya sayangi pada akhirnya mati. Sedangkan sang tokoh utama maju mundur berjuang untuk tetap waras while the others die for her cause. Sangat menyedihkan. But when that one flicker moments when finally Katniss come to her senses and have a clear view how to end the vicious circle and actually doing it. Pfiuuuhh what a relief. Rasanya sangat puas. At last there is hope for a better future. Tidak ada lagi ulterior motive karena rasa haus akan kekuasaan.
Dan tentang perasaan Katniss. Ah, kita juga tau dari buku kedua kepada siapa sebenarnya hati Katniss berlabuh. Karakter yang pada akhirnya paling saya sukai adalah Haymitch Abernathy, bagaimana pada akhirnya dia menjadi sosok yang paling mengerti Katniss dan berperan sebagai figur bapak (walau agak urakan) untuk Katniss dan Peeta. Cinna sang cool & brilliant stylist yang tidak banyak omong tapi menolak untuk disetir President Snow. Juga Finnick, sang don juan yang ternyata hanya punya satu cinta sejati dalam hidupnya. Dan pada akhirnya Katniss. Of course Katniss. She who despite in what condition, survive it all. What a book! What a story!
“What I need is the dandelion in the spring. The bright yellow that means rebirth instead of destruction. The promise that life can go on, no matter how bad our losses. That it can be good again. And only Peeta can give me that.”
“You love me. Real or not real?”
I tell him, “Real.”