Gone With The Wind By Margaret Mitchell

Penerbit : Pan Books

Tebal : 1010 Halaman

Pertama kali membaca buku ini, saat menutup buku saya merasa sakit hati sendiri. Setelah semua yang dialami oleh Scarlett O’Hara, in the end why couldn’t she be happy. Sempet gemes sama Margaret Mitchell for the bitter endings. Tapi saya sangat mengakui kalo Gone With The Wind ini adalah kisah yang indah. Indah namun sedih. Bittersweet.

Sekarang setelah membaca untuk kedua kalinya. Saya jadi makin menyukai kisah ini. Karena hidup bukanlah fairy tales with a happy ending. Life sometimes could be so bitter and leave you no option but to bit your lips and move on. Kisah ini lebih dari sekedar perjalanan hidup Scarlett. It’s about extreme changes, survival, gumption.

Mundur dulu sedikit. Cerita ini bersetting di masa sebelum, saat, dan sesudah American Civil War yang berlangsung  pada tahun 1860 an. Sebelum terjadinya perang saudara, sebelas negara bagian di utara america lepas dari America dan menyatakan diri sebagai Confederate States of America sebagai reaksi dari terpilihnya Abraham Lincoln sebagai presiden.

Pada saat itu, masyarakat di bagian utara amerika tersebut mayoritas adalah para tuan tanah yang memiliki perkebunan kapas atau lainnya dan praktek perbudakan masih lazim dan merupakan sesuatu yang wajar. Di masa itu para gadis dibesarkan dengan nilai-nilai konvensional yang rigid dimana sedari kecil mereka dipersiapkan untuk mengurus rumah tangga dan mendampingi suami. Di umur 16 tahun mereka disertakan dalam pesta-pesta sosial dengan harapan untuk mendapatkan calon suami alias Beaux. Untuk menarik hati para pria ketika itu seorang gadis harus bersikap timid, malu-malu kucing dan dilarang mengatakan apa yang ia pikirkan. Intinya mereka harus bersikap manis dan memikat.

Adalah Scarlett O’Hara seorang anak perempuan pertama berumur 16 tahun dari pemilik perkebunan kapas bernama Tara. Scarlett memiliki darah panas Irlandia yang dia dapat dari Ayahnya sehingga untuk masa itu, Scarlett adalah perempuan muda yang cukup berbeda dari teman-teman sebayanya. Scarlett si anak manja, pada saat itu selalu keras hati untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Termasuk perhatian dari para Beaux alias para pemuda yang berpotensi menjadi calon suaminya.

Ketika mendengar bahwa pria yang diidamkannya Ashley Wilkes akan bertunangan dan menikah dengan seorang gadis bernama Melanie, Scarlett merasa dunianya runtuh namun tidak butuh waktu lama baginya untuk menetapkan hati, dia harus merebut Ashley dari Melanie. Di malam ketika pertunangan Ashley dan Melanie akan diumumkan, Scarlett sudah merancang rencana sabotase untuk merebut Ashley dari Melanie. Ketika akhirnya Scarlett berhasil berbicara berdua dengan Ashley hanya untuk mendapati kenyataan bahwa Ashley memang menaruh hati padanya, namun Ashley merasa bahwa mereka tidak mungkin bersama karena mereka berdua begitu berbeda. Scarlett yang penuh passion dan kehidupan, Ashley yang kutu buku dan mencintai kedamaian.

Scarlett meluapkan kemarahannya pada Ashley. Adegan tersebut secara tidak sengaja disaksikan oleh seorang pria bernama Rhett Buttler, pria misterius yang memiliki reputasi buruk di kalangan masyarakat pada saat itu. Setelah Ashley pergi meninggalkan Scarlett yang sedang murka, Rhett baru menampakan dirinya dan menggoda Scarlett atas adegan yang baru saja ia saksikan. Dan semenjak saat itu tali nasib mempermainkan mereka bertiga.

Untuk membalas perlakuan Ashley, Scarlett memutuskan untuk menerima pinangan dari seorang pemuda bernama Charles. Seminggu setelah pernikahannya perang saudara pecah dan Charles harus pergi medan perang. Dalam waktu dua bulan setelah pernikahannya, Scarlett yang sedang mengandung telah menjadi janda.

Scarlett dan anak laki-lakinya lalu pergi ke Atlanta untuk tinggal bersama salah seorang bibinya dan Melanie yang tidak lain istri dari Pria yang dicintainya, Ashley yang pada saat itu juga sedang pergi berperang. Di Atlanta, hubungan yang tidak dapat didefinisikan berkembang antara Scarlett dan Rhett Butter. Saya bahkan dapat merasakan electric current dalam dialog-dialog mereka. Personally I think they were so alike they meant to be with each other. Kayaknya hanya mereka berdua orang dengan common sense pada saat itu dan saya sangat setuju tentang dialog Rhett berikut tentang perang :

Rhett looked lazy and his voice had a silky, almost bored note.’All wars are sacred’ he said.’To those who have to fight them. If people who started wars didn’t make them sacred, who would be foolish enough to fight? But, no matter what rallying cries the orators give the idiots who fight, no matter what noble purposes they assign to wars, there is never but one reason for war. And that is money.’”

Ketika perang akhirnya tiba di Atlanta, Scarlett mendapatkan berita bahwa Ibunya telah meninggal. Secepat mungkin Scarlett pulang ke Tara dengan membawa serta Melanie yang baru melahirkan di puncak terjadinya peperangan. Sesampainya di Tara Scarlett mendapati bahwa seluruh harta kekayaan keluarganya telah dirampas oleh para Yankee (Tentara Union), budak-budak kulit hitam telah kabur kecuali tiga orang budak yang paling setia, ayahnya telah menjadi gila karena ibunya meninggal, dan seluruh beban untuk menghidupi keluarga dan membangun kembali Tara jatuh ke pundak Scarlett.

No, she could not turn to Gerald’s or Ellen famillies. The O’Haras did not take charity. The O’Haras looked after their own. Her burdens were her own and burdens were for shoulders strong enough to bear them.”

Semenjak saat itu Scarlett menjadi perempuan keras yang terus melawan kehidupan pahit yang menyerangnya. Scarlett mendapati bahwa segala sesuatu yang terburuk telah menimpanya dan itu membuatnya tidak takut lagi akan apapun dan membuat perasaannya menjadi tumpul. She no longer feels. Nasib terus mempermainkan Scarlett, Ashley dan Rhett. Mempertemukan mereka kemudian memisahkan mereka kembali dan berkali-kali menempatkan mereka di posisi dimana mereka harus memandangi  prospek kebahagiaan yang tidak memungkinkan.

Tokoh-tokoh dalam cerita ini begitu nyata sehingga saya bisa menyayangi sekaligus membenci mereka. Scarlett yang egois namun luar biasa tangguh, Ashley yang noble tapi plin plan, Rhett yang beradalan sekaligus gentleman bahkan Melanie yang begitu saint like namun buta bahwa selama ini Scarlett mencintai suaminya.

Hidup ini menyakitkan ketika kita tidak mungkin mendapatkan apa yang kita inginkan. Dan sangat ironis ketika kita kira kita sudah mendapatkan apa yang kita inginkan hanya untuk mendapati bahwa apa yang kita inginkan juga ternyata dapat berubah menjadi pahit. Scarlett oh Scarlett. Why couldn’t you be happy..

Gone With The Wind adalah salah satu novel kuat yang sulit untuk dilupakan. At least once in your life you have to read this story. One of the best story i’ve ever read.

55 thoughts on “Gone With The Wind By Margaret Mitchell

  1. wewwww.. ini kayaknya novel paling tebal yang direview anggota BBI deh. Salut untuk mba anis! Btw ini novel kayaknya everlasting ya mba, sampe dibikin filmnya segala dan masih diingat orang sampai sekarang. (bahkan menjadi bahan plesetan). Kalau ada waktu luang, mungkin cocok untuk menjadi salah satu pembaca kisah ini. 🙂

    • annisaanggiana says:

      Hosh hosh.. Bersyukur bisa selesei baca sebelum tenggat waktu nih na 🙂 iya everlasting banget, aku juga kalo ada waktu pengen tuh baca untuk ketiga kalinya 😉

  2. Wih hebat Nisa berhasil menyelesaikan buku tebal ini bahkan 2 kali baca ya? Woooow. Memang sih juara banget kisah ini, bolak balik saya nonton filmnya mengenaskan sekali nasib Scarlett.

    Reviewnya bagus, mudah-mudahan suatu saat aku bisa membaca buku ini sama dengan buku The Historian :p

    • annisaanggiana says:

      Iya, ngenes banget si Scarlett. Dia tu salah satu tokoh dalam novel yang karakternya paling kuat. Ayo baca mi.. Ga bakalan rugi deh 🙂

    • annisaanggiana says:

      Wkwkwkwk.. Baruuuuu beres tadi subuh om. Kejar tayang bgt, hehe. Aku juga ngga hafal apa novel ini ada terjemahannya nda ya? Ayo dibaca om. Paling ngga sekali seumur hidup ini novel yang wajub dibaca 🙂

    • annisaanggiana says:

      Baru tuntas tadi subuh al, hehe SKS. Bukunya jauh lebih “dalem” daripada filmnya al. Kalo di bukunya kita jadi tau walau kadang-kadang Scarlett alaihim ngeselin dan egoisnya tapi sebenarnya dia berakal sehat dan sangat sangat kuat.

  3. Kukira dulu kisah ini “menye-menye” ternyata gak ya? Terus terang, aku lebih suka romance yg sad ending, karena ceritanya jadi lebih “dalam” deh. Jadi pengen baca, tapi cuma punya no. 2-nya doang, hiks…

  4. Ya ampun, lihat tebelnya aja uda bikin mundur teratur. Ceritanya menarik bgt kalo baca dari review mba Annisa. Tapi, oh tapi ini romance berat pasti.. >.<

    • annisaanggiana says:

      Kyahaha, walaupun tebel tapi novel ini bukan jenis yang sulit dipahami kok ky… Tapi memang harus menyediakan waktu kerena tebelnya wkwkwk 🙂

    • annisaanggiana says:

      Seminggu kali ada nov.. Hehehe.. Lagi ribet di kantor soalnya jadi setengahnya aku beresin tadi malem. Walhasil nguantuk banget sekarang di kantor wkwkwk 😉

    • annisaanggiana says:

      Bagusan bukunya dari pada film nya loh ndari. Di filmnya terlalu banyak pesan yang ngga tersampaikan padahal buku ini lebih dari sekedar romance 🙂 ayo kapan-kapan coba baca, hehe 🙂

  5. astridfelicialim says:

    hebat nisa akhirnya bisa namatin dalam waktu singkat!! =D duh novel ini klasik banget yaaa…mudah2an aku bisa membacanya suatu saat nanti =D

  6. kalo aku pasti udah tewas dulu sebelum nuntasin baca buku ini *huft! tapi aku suka baca ripiunya mbk, minimal aku tau lah ceritanya seperti apa 😀

  7. Me says:

    *menatap tak bernyawa ke jumlah halamannya*
    itu tebel banget yah? dipastikan aku mundur teratur – baca review.nya mba Nisa aja udah cukup buatku, hehe.. *uda puas* 😀

    *kerennn bisa menyelesaikan seribu halaman dalam waktu seminggu, aku setengahnya aja belum tentu seminggu* #tipepembacalelet

    • annisaanggiana says:

      Kyahaha.. Mungkin karena memang tipe buku ini ngga susah dibaca ya.. Ini aku lg baca The Brief Wondrous Life of Oscar Wao yang cuma 1/3 nya ngga beres-beres gara2 susah dimengerti wkwkwk.. Ayo kapan-kapan kalo lagi ada waktu senggang dicoba, hehe 🙂

  8. Reblogged this on astralarasati and commented:
    Saat ingin sedikit refreshing dari kesibukan kantor saya yang mulai bikin sakit kepala, saya menemukan blog ini. Berhubung sekarang tak punya cukup banyak waktu buat membaca buku-buku koleksi saya(apalagi menambah koleksi), masih lumayanlah bisa nebeng baca review-nya orang lain..:)

  9. erdeaka says:

    weh… weh… aku telat banget nonton filmnya, tapi ya belum baca bukunya, mbak… hehehe… filmnya keren, jadi penasaran sama bukunya, tapi KOK TEBEL ya…. :((((

  10. ceemuix says:

    Halo mbak, salam kenal. Bagus deh reviewnya. Saya salah satu penggemar Gone With The Wind juga nih, penggemar beratnya malah. Btw, ada kok mbak versi Indo-nya, aku beliin buat hadiah ultah bunda aku 11 tahun yang lalu, tapi end-up like akunya sendiri yang baca itu buku (setelah minta izin tentu sama si bunda :p) dan baca ulang2 udah kayak setrikaan aja hehehe.

    Oh ya, udah baca sequelnya belum mbak? Judulnya “Scarlet”, tapi emang bukan M. Mitchel yang ngarang. Kabar2nya prequelnya juga ada, called “Rhett Butler’s people” bukan karangan Mitchell juga sih hehehe. Mantap emang GWtW ini, orang sampe sempet2nya bikin prequel dan sequelnya :DAku setuju banget dengan tulisan mbak tentang Scarlet, soalnya di beberapa blog yang membahas novel ini, penulis blog malah banyak yang sebal sama Scarlet, katanya ga peduli sama anaknya lah, genit sama Ashley-lah. Sayang mereka gak liat latar belakang semangat dan kekerasan hati Scarlet yang melatarbelakangi tindakannya yang emang rada-rada itu :D.

    Menurut aku, buku ini emang realistis banget, kadang2 aku nemuin beberapa bagian di buku ini lawak banget, terutama kalau Scarlet udah ketemu sama Rhett dan berdebat. Bikin giggle deh baca percakapan mereka :). Gara2 buku ini aku mulai craving for Old South deh. Oke deh, sori nih mbak kalau komenku kepanjangan :p. Mantap reviewnya 😀

    • Haaaai.. Gpp lg, thanks dah mampir disini.. Iya aku juga suka bgt buku ini dan Scarlett emang tokoh yang berkesan banget 🙂
      Aku juga dah punya buku Scarlett itu. Cuma belum sempet dibaca aja nih, hehe..
      Happy reading terus ya!! Semangat!! 😉

      • Devi says:

        Hei mba, aku suka bgt sama blog n review2 dr mba.. Pokoknya blog mba ini udh jd semacam referensi aku untuk memilih novel apa yg ingin dibaca.
        Aku juga suka banget sama novel Gone with the Wind ini dan jatuh hati sama tokoh Scarlet.
        Tolong direview juga donk mba sequel-nya yg ditulis sama Alexandra Ripley itu.. Aku udh baca sih sebenernya, tapi pengen tau penilaian mba tntg “Scarlet”. 😀

      • Hai.. Thanks banget ya udah sering main kesini.. Seneng banget rasanya denger ada yg suka baca review saya.. Iya saya juga udah punya buku sequelnya tapi belum dibaca.. Hehehe.. Ok deh noted.. Kalo udah baca saya review deh..
        Happy reading terus 😀

  11. istianah says:

    seperti yg mba rasain, pertama kali baca rasantya kecewaaa bgt…………..tp setelah yg kedua dan seterusnya aku makin cinta sama novel ini…….bittersweet, seperti kehidupanku

  12. Gilang says:

    Saya baru selesai nonton filmnya nya,luar biasa keren
    Dulu pernah nonton filmnya and langsung jatuh hati tapi nggak kusyu nontonnya soalnya liatnya di TV ( kalo gak salah di RCTI pas tengah malem).kalo yang barusan selesai ditonton hasil download.jadi bisa nonton dgn penghayatan yg full 🙂
    Dan menurut saya sih ending nya nggak sedih sedih amat.masih menyisakan sedikit pengharapan buat Mrs.buttler buat move on dan meraih kembali apa yg pernah di raih.
    Btw kayanya cuma saya doank satu satunya cowok yg coment disini …hehehe.
    No problem lah.saya suka film film yg bermutu. Kalo novelnya kayanya k.e.t.e.b.e.l.a.n hehehe…

Leave a reply to annisaanggiana Cancel reply