The Great Gatsby By F. Scott Fitzgerarld

Penerbit : Penguin Books

Tebal : 188 Halaman

Sampai halaman 100 saya belum mengerti kenapa buku ini disebut-sebut sebagai salah satu novel klasik amerika terbaik kecuali karena sebuah quotation di halaman pertama :

’Where ever you feel like criticizing anyone.’ He told me. ‘Just remember that all the people in this world haven’t had the advantages that you’ve had.’

Selesai menutup buku di halaman 188 saya sempat tercenung selama beberapa menit memikirkan apa yang baru saja saya baca. Wow! Buku ini memang betul-betul karya yang keren!! Pikiran saya kembali ke quotation di atas. Seperti halnya Nick Carraway, sang narator dalam cerita ini. Saya pun tidak bisa menahan diri untuk mengkritik beberapa tokoh egois dalam buku ini.

Cerita ini dikisahkan dari sudut pandang seorang pengamat, narator kita, seorang pemuda bernama Nick Carraway yang telah menyelesaikan kuliahnya di Yale dan berpartisipasi dalam Perang Dunia I. Nick memutuskan untuk pindah ke New York, tepatnya Long Island di suatu wilayah bernama West Egg (daerah West Egg dan East Egg di Long Island saling berhadapan dengan hanya dipisahkan sebuah teluk). Di West Egg Nick menyewa sebuah rumah yang bertetangga dengan sebuah mansion mewah milik seorang pria bernama Gatsby.

Pada suatu hari Nick diundang makan oleh sepupunya Daisy Buchanan bersama suaminya Tom. Pasangan tersebut tinggal di wilayah East Egg. Tepat berseberangan (dibatasi teluk)  dengan mansion Gatsby di West Egg. Dalam acara makan tersebut Nick mendapat rumor dari seorang gadis (teman Daisy yang juga diundang) bahwa Tom memiliki seorang wanita simpanan.

Di lain kesempatan Tom dengan vulgarnya mengajak Nick untuk bertemu dengan wanita simpanannya yang bernama Myrtle Wilson (yang juga sudah menikah dengan seorang pria bernama George).

Suatu saat Nick mendapatkan undangan dari tetangganya Gatsby untuk menghadiri pesta di Mansionnya pada suatu malam minggu. Di kali pertama Nick hanya mendengar rumor dari para tamu bahwa Gatsby adalah seorang pria kaya yang misterius, ia tidak berkesempatan bertemu dengan sang tuan rumah karena begitu ramainya pesta. Di kali lain Nick bertemu dengan Gatsby dan mereka pun berteman.

Pada suatu hari Gatsby meminta Nick untuk mempertemukannya dengan sepupu Nick, Daisy. Ternyata Gatsby dan Daisy pernah saling mengenal dan di titik itulah drama dimulai. Drama yang berakhir dengan menyesakkan. Tepat sekali pendapat Nick bahwa orang-orang seperti Tom dan Daisy adalah orang-orang yang pada akhirnya hanya memikirkan diri sendiri.

They were careless people, Tom and Daisy, they smashed up things and creatures and then retreated back into their money or their vast carelessness, or whatever it was that kept them together, and let other people clean up the mess they had made.

Dan buku ini membuat saya tercenung tentang betapa supervisialnya pertemanan yang hanya didasarkan pada “happy happy bersama”. Betapa bisa begitu banyaknya orang di sekitar kita, yet mereka sama sekali tidak tahu (dan tidak berminat mengetahui) siapa kita sebenarnya. Dan bahwa jatuh cinta itu hanyalah ilusi hormon.

Setidaknya saya berharap bahwa perkataan Nick tentang Gatsby dan teorinya tentang kehidupan ini tidak benar.

Gatsby believed in the orgiastic future that year by year recedes before us. It elevated us then, but that’s no matter. Tomorrow we will run faster, stretch out our arms further.. And one fine morning – So we beat on, boats against the current, borne back ceaselessly into the past.

Satu lagi novel klasik keren yang saya rekomendasikan. Btw udah diterjemahin ke bahasa indo blm ya?