Di Tanah Lada By Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

27213435Ya Gustiii.. Ini cerita sedih banget yak! Dan kenapa pula saya suka sama cerita-cerita sedih macem gini.

Maaf reviewnya dibuka seperti ini karena saya sesungguhnya masih baper.

Kenyataan memang seringkali jauh dari indahnya cerita dalam dongeng. Namun di mata seorang anak 6 tahun seperti Ava, anak perempuan yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini, bisa jadi kepahitan dan kegetiran tersebut diceritakan sebagai kondisi biasa. Hal itulah yang membuat membaca buku ini membawa efek geram.

Ava memiliki sepasang Papa dan Mama. Papanya suka marah-marah dan memukul Mamanya. Bagi Ava, Papanya itu menakutkan seperti hantu. Ava berasumsi semua Papa itu jahat. Asumsi Ava bertambah kuat ketika ia bersama orang tuanya harus pindah ke sebuah Rusun bersama Rusun Nero. Papanya membawa mereka pindah kesana karena baru menerima warisan dan ingin tinggal lebih dekat ke tempat perjudian.

Di sana Ava bertemu dengan seorang anak lelaki berumur 10 tahun yang bernama P (iya namanya hanya huruf P) yang juga tinggal di Rusun Nero. Pertemuan mereka terjadi di warung makan, Ava-seorang anak berumur 6 tahun diberi uang dan disuruh mencari makan sendiri di luar oleh Papanya. Ava yang memesan ayam goreng kebingungan karena ia belum bisa makan ayam goreng sendiri. Di saat itulah P yang juga sedang ada di warung makan membantu dengan menyuapi Ava makan.

P lalu mengantar Ava kembali ke unitnya, apa cerita unitnya terkunci, Papa dan Mamanya pergi keluar tanpa membawa atau mencari Ava dan menguncinya di luar. Mulai geram? Saya sih di bagian ini sudah mulai geram. Dari narasi-narasi Ava & P berikutnya kita jadi tahu kalo ternyata Papa P juga jahat dan sering memukulnya. Ava dan P lalu menyimpulkan bahwa semua Papa di dunia ini jahat. Beruntung P mempunyai teman di Rusun yaitu Mas Alri dan Kak Suri.

Bagaimana dengan Mama Ava? Mama Ava sesungguhnya bukan orang yang jahat. Mama Ava hanya teramat sangat takut kepada Papa Ava. Mama Ava, ketika sibuk dengan perasaannya sendiri kadang melupakan keberadaan Ava. Menurut P sih mamanya Ava juga jahat, namun jahat yang berbeda dengan Papa Ava. Bagaimana menurut saya? Menurut saya Mamanya Ava bisa berusaha lebih baik kalau dia mau. Tapi dia tidak berusaha, dan disitulah letak permasalahannya. Disitulah Ava menerima collateral damage dari kekacauan kedua orang tuanya.

P tidak punya Mama. Mama P meninggalkan P dengan papanya ketika ia masih bayi. P dibesarkan oleh Papanya. Di usia yang 10 ini Papa P juga sudah tidak ambil pusing akan keberadaan P, bahkan cenderung marah besar yang berujung pada kekerasan jika ia melihat P. P tidak punya kasur, ia tidur di dalam kotak kardus besar di dalam unit Papanya.

Sudah geram? Di bagian ini saya sudah mulai ingin menangis, tapi saya tidak bisa berhenti membaca buku ini. Saya khawatir dengan Ava dan P.

Alur cerita berakselerasi ketika Papa dan Mama Ava bertengkar dan Papa Ava mencoba mengurung Ava di dalam koper besar, terjadi keributan hebat di unit Rusun mereka, para tetangga akhirnya ikut campur, Mama Ava membawa Ava kabur dan menginap di Hotel. Tapi kondisi tersebut tidak menghalangi Ava dan P untuk bermain bersama.

Suatu ketika Ibu Ava ketiduran dan tidak awas akan keberadaan Ava. Ava berakhir di Rusun lagi karena ia sangat suka bermain dengan P. Namun sialnya ketika Ava dan P sedang bermain di Unit P, Papa P datang. Ava yang sedang menengok kardus tempat P tidur ketakutan. P mencoba melindungi Ava dengan menyembunyikannya dalam kardus, Ava yang mendengar suara pukulan2 mengerikan akhirnya berteriak keluar dari kardus sambil memukul Papa P dengan gitar. Ternyata P dipukul di bagian tangan oleh Ayahnya dengan menggunakan setrika panas.

Dari titik inilah kisah pelarian Ava dan P bermulai. Dari titik ini kita bisa melihat upaya setengah-setengah orang dewasa untuk membantu sepasang anak berusia 6 dan 10 tahun dan dibuat geram karenanya.

Ava adalah seorang anak perempuan pintar yang selalu membawa kamus kemana-mana untuk melihat arti kata-kata yang ia dengar. P adalah seorang anak laki-laki yang kuat namun lembut hatinya walaupun kehidupannya sangat sulit.  Mereka berdua percaya bahwa hanya melalui reinkarnasi mereka bisa hidup bahagia walaupun mereka hanya punya ide samar-samar tentang bahagia. Ava ingin menjadi penguin di kehidupan selanjutnya. P ingin menjadi badak bercula satu.

Mereka tidak sepantasnya menjalani semua yang mereka jalani.

Mereka seharusnya mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Mereka seharusnya bisa percaya bahwa di kehidupan ini mereka bisa bahagia.

Mereka seharusnya tahu bahwa tidak semua Papa jahat dan tidak semua Mama tidak berdaya.

Para orang dewasa seharusnya bisa berbuat lebih dari ini.

Hidup ini tidak adil. Saya benci bahwa terkadang hidup ini tidak adil bahkan terhadap anak kecil sekalipun.

Suatu waktu saya pergi ke pusat perbelanjaan Grosir di Jakarta, di bilik kamar mandi saya mendengar kemarahan seorang Ibu kepada anak perempuannya hanya karena anak perempuannya secara tidak sengaja menyiram baju Ibunya dengan air. Kata-kata kasar Ibunya masih terngiang2 dengan jelas di ingatan saya “Anjing kamu! Baju Mama jadi basah, dasar anak ngga ada guna, Anjing!” lalu saya mendengar suara pukulan, kemudian suara anak perempuan menangis.

Darah saya mengalir cepat ke kepala, tangan saya terasa dingin, saya buru-buru membereskan baju dan keluar bilik kamar mandi, ketika saya keluar bilik sang Ibu sudah bergerak menyeret tangan anaknya keluar dengan terburu-buru. Anak itu menoleh ke belakang, matanya yang menangis menatap mata saya.

Mereka bertemu seorang laki-laki yang mungkin ayahnya lalu berjalan menjauh. Saya mematung, tangan saya masih terasa beku.

Saya bersalah karena tidak bisa melakukan apa-apa. Saya seharusnya bisa berbuat lebih baik dari sekedar mematung.

Buku ini terasa seperti momen itu.

Hidup ini tidak adil.

5 dari 5 bintang dari saya untuk buku ini.

13 Reasons Why By Jay Asher

20130522-114648.jpgPenerbit : Matahati

Alih Bahasa : Mery Riansyah
Tebal : 275 Halaman

You don’t know what goes on in anyone’s life but your own. And when you mess with one part of a person’s life, you’re not messing with just that part. Unfortunately, you can’t be that precise and selective. When you mess with one part of a person’s life, you’re messing with their entire life. Everything.. affects everything..

Udah lama banget rasanya saya beli buku ini. Ntah kenapa baru kesamber dari rak buku minggu kemaren. Agak berat buat saya baca karena temanya yang agak kelam. Tapi kelar juga, walaupun dengan perasaan geram karena tidak ada yang mengulurkan tangan untuk Hannah Baker.

Ya, dari awal cerita, kita sudah diberi gambaran jelas jika tokoh utama kita, Hannah Baker, telah meninggal. Pada suatu hari Hannah memutuskan lelah hidup dan menelan satu botol pil agar bisa tertidur sampai alam yang lain.

Lalu bagaimana caranya kita mengenal Hannah? Jangan salah, Hannah meninggalkan warisan agar setiap orang yang terkait pada bola salju yang memojokkannya tahu bahwa mereka telah mengacaukan hidup Hannah.

Warisan itu berupa 7 kaset rekaman yang dinarasikan sendiri oleh Hannah Baker. Didedikasikan untuk 13 orang yang berperan hingga Hannah mengambil keputusan yang akhirnya dia ambil.

Kaset-kaset itu dikirim Hannah ke orang pertama di hari terakhir dalam hidupnya. Dalam instruksi Hannah, orang pertama harus mengirimkan kaset-kaset itu ke orang berikutnya yang disebut dalam cerita Hannah setelah namanya sendiri. Jika seseorang gagal meneruskan, maka Hannah memiliki rencana cadangan untuk memastikan pesan berantainya diteruskan sampai orang terakhir.

Pada suatu hari Clay Jensen menerima paket seukuran kotak sepatu itu di depan pintu rumahnya. Clay mengenal Hannah, tentu saja. Clay telah lama tertarik pada Hannah, namun Clay tidak pernah punya keberanian. Hingga pada akhirnya pada suatu pesta Clay berani menyapa Hannah. Hanya saja sesuatu terjadi, dan semenjak itu Hannah menghindari Clay.

Bisakah anda membayangkan mendengar suara seseorang yang telah meninggal dunia di dalam kaset rekaman? Bukan hanya seseorang, tapi anda mengenalnya, memperhatikannya dari jauh, menyukainya. Dan di rekaman itu anda mendengar rangkaian kisah bagaimana seseorang itu telah diperlakukan semena-mena, dihakimi dan reputasinya sedikit demi sedikit dirusak oleh orang-orang yang menganggap bahwa hal itu adalah biasa saja untuk dilakukan. Hanya bahan bercandaan biasa.

Clay muntah mendengarnya.

Bahkan saya pun marah mendengarnya. Keseluruhan isi cerita ini adalah gambaran memuakkan tentang bagaimana dengan mudahnya manusia menghakimi manusia lainnya, dengan mudahnya menyebarkan rumor dan kebohongan tentang manusia lain untuk melindungi reputasinya sendiri tanpa memikirkan apa akibat dari kata-kata yang telah dikeluarkan.

I hate those kind of people ’cause I’ve been there. Those sick selfish people who didn’t use neither their brain nor their heart before saying something about other people.

Sadly, Hannah tidak mendapatkan pertolongan yang saya dapatkan. Tidak ada yang mengulurkan tangan untuknya. Dalam posisi seperti Hannah, menemukan satu saja orang yang percaya apa yang kita katakan dapat membuat kita berdiri lebih tegak. I have more than one hand that reach me in the time I need it badly, whereas she had none. Poor Hannah.. Poor lonely Hannah..

Pada beberapa titik cerita saya merasa Hannah memang tidak cukup berusaha meminta tolong. Padahal ternyata ada orang-orang yang memperhatikan Hannah dengan tulus, andai saja Hannah lebih membuka dirinya.

Hhhhhh.. Cerita ini memang kelam untuk dibaca, namun penting agar kita lebih memiliki kesadaran untuk menggunakan perasaan dalam berinteraksi dengan orang lain. Berlatihlah untuk menempatkan diri di posisi orang lain. Jangan memperlakukan orang lain dengan cara dimana kita sendiri tidak ingin diperlakukan seperti itu.

Have a heart, be grateful, and live with it every second of your day.

4 dari 5 bintang dari saya untuk buku ini. Pesannya yang realistis sangat saya rekomendasikan untuk dibaca. And very well translated by teteh Mery Riansyah. 😀

City of Joy By Dominique Lappierre

Reviewed on : February 22nd 2009

Ketika membaca buku city of joy, saya menemukan banyak kesamaan dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. City of joy berlatar belakang kota Calcutta, India tepatnya di sebuah perkampungan yang bernama Anandh Nagar yang artinya negeri bahagia.

Perkampungan ini merupakan suatu perkampungan kumuh (slum) dengan penduduk yang amat padat, fasilitas sanitasi yang kurang dan didera oleh berbagi cobaan hidup yang amat sangat dashyat. Namun demikian penduduk Anandh Nagar tidak pernah merasa nelangsa atau bersusah hati atas segala apa yang terjadi dalam hidup mereka. Mereka menjalani hidup dengan pasrah, ikhlas dan senantiasa bersyukur sehingga sinar kebahagiaan selalu dapat ditemukan di tatapan mata penduduk perkampungan Anandh Nagar.

Inilah bagian yang paling menarik dari cerita dalam buku ini. Bahwa dalam setiap bentuk penderitaan, bahkan yang paling buruk sekalipun, hidup selalu bisa dinikmati apabila kita bersyukur dan bersikap legowo dalam menghadapinya.

Ada dua tokoh utama dalam buku ini. Yang pertama adalah Hasari Pal, seorang petani dari daerah Benggala yang terpaksa hijrah ke kota Calcutta karena lahan pertaniannya tidak bisa lagi memberikan hasil yang memadai untuk memberi makan keluarganya. Yang kedua adalah Stephan Kovalski, seorang misionaris asal Polandia yang ingin benar-benar menghayati kesusahan hidup yang dialami oleh penduduk Calcutta. Kedua tokoh ini menjalani kisahnya masing-masing sebelum akhirnya benang nasib mempertemukan mereka pada bab 64 dari 72 bab dalam buku ini.

Buku ini ditulis berdasarkan riset sang pengarang di Calcutta. Ada banyak kenyataan hidup yang cukup mengerikan yang bisa kita temukan dalam buku ini. Sejauh apa seseorang mau berbuat sesuatu demi memberi makan dan membahagiakan keluarganya. Banyak sekali nilai-nilai yang bisa kita pelajari dari penduduk Anandh Nagar. Maka dari itu buku ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca.